The Fault In Our Stars - Kekurangan yang Saling Melengkapi
Bicara tentang film, saya termasuk salah seorang penikmat film dari berbagai genre. Biar penakut begini, tapi saya juga hobi nonton film horor, dengan catatan nonton filmnya rame-rame. Selain film horor, saya juga menyukai film action karena ide ceritanya selalu membuat terperanga. Apalagi kalau film action sejenis samurai. Wah. Pantang untuk dilewatkan. Tapi, dari semua jenis film, terus terang film yang paling bisa saya nikmati adalah film bergenre roman. Kenapa? Mungkin karena hati saya yang lembut. Ciaaaa.... Engga ko. Bercanda, bercanda. Saya hanya merasa kalau film roman adalah film yang 'saya banget'. Bahkan kadang alur cerita film roman membuat saya berangan-angan, "Andai saja kehidupan saya seperti dalam film itu."
Karena film roman adalah satu genre film yang paling saya suka, jadi sekarang saya ingin mereview film roman berjudul The Fault In Our Stars. Film yang diangkat dari sebuah buku best seller karya John Green.

Film yang mengisahkan tentang seorang gadis remaja bernama Hazel
Grace Lancaster yang mengidap penyakit kanker stadium akhir pada
saluran pernafasannya. Hal tersebut mengharuskan Hazel untuk selalu
membawa tas berisi tabung oksigen kemanapun ia pergi.
Suatu
hari orang tuanya meminta Hazel untuk bergabung dengan kelompok
pendukung, semacam forum yang anggotanya adalah para penderita kanker.
Di dalam forum tersebut, anggotanya diajak untuk bisa berbagi cerita,
pengalaman dan saling memotivasi satu sama lain.
Di
situlah Hazel memiliki teman baru yang bernama Augustus Waters. Dia
adalah seorang mantan pemain basket yang kakinya telah diamputasi karena
penyakit kanker. Dan sejak pertemuan pertama, Hazel dan Gus menampakkan
saling ketertarikan satu sama lain. Mereka mulai sering menghabiskan
waktu bersama, saling berkirim pesan dan bahkan mengunjungi rumah satu
sama lain.
Tak hanya bertemu dengan Augustus Waters. Hazel juga bertemu dengan kawan lainnya, yaitu Isaac. Dia adalah sahabat dekat Gus yang mengidap kanker pada matanya, menyebabkan dia mengalami kesulitan melihat dan bahkan harus menjalani operasi untuk pengangkatan bola matanya.
Hazel
sangat menyukai sebuah novel berjudul An Imperial Affliction
(Kemalangan Luar Biasa) yang di dalamnya mengisahkan tentang kehidupan
seorang gadis penderita kanker. Buku tersebut sangat menginspirasi
dirinya, dan Hazel pun memiliki keinginan yang besar untuk bisa bertemu
dengan Van Houten, sang penulis buku.
Sudah
cukup sering Hazel berusaha untuk bisa menghubungi sang penulis, namun
e-mailnya tidak pernah mendapatkan respon. Dan berkat bantuan Gus,
akhirnya Hazel memiliki kesempatan untuk bisa bertemu dengan Van Houten
di Amsterdam.
Pada
hari yang sudah ditentukan, Hazel bersama ibunya dan Gus pergi ke
Amsterdam. Hal tersebut adalah satu kebahagiaan tak terkira bagi Hazel.
Ia bahkan sudah menyiapkan beberapa pertanyaan yang akan diberikan pada
Van Houten. Selain itu, Hazel dan Gus juga mendapat kesempatan untuk
menikmati makan malam romantis di sebuah restoran terkenal di Amsterdam.
Dalam
percakapannya, Gus berkata bahwa jas yang dia kenakan malam itu adalah
jas yang sudah disiapkan untuk pemakamannya kelak. Ia tidak menyangka
kalau akan memakai pakaian itu pada acara makan malam yang romantis. Pada malam itu juga perasaan Hazel dibuat campur aduk antara senang, terharu dan terselip kesedihan, apalagi ketika Gus dengan
jelas mengutarakan rasa cintanya. Hazel sampai kehabisan kata-kata,
hanya bisa tersenyum dan meneteskan air mata melihat ada orang yang
dengan tulus mencitai dirinya.
Esok
harinya, Hazel bersama Gus mencari alamat tempat tinggal Van Houten.
Namun begitu tiba di rumahnya, Hazel dan Gus dibuat sangat kecewa.
Ternyata, penulis
yang selama ini ingin ditemuinya tidaklah seperti sosok yang
dibayangkan. Van Houten adalah seorang pemabuk berat. Dia pemarah dan
suka berbuat kasar. Bahkan Hazel pun merasa tersakiti hatinya dengan
perlakuan Van Houten yang semena-mena terhadap orang yang telah datang
jauh-jauh untuk menemuinya. Dengan sangat menyesal, asisten Van Houten
meminta maaf kepada Hazel dan Gus. Mereka pun memilih untuk pulang.
Usai
perjalanan dari Amsterdam, Hazel dan Gus kembali memulai rutinitas
mereka. Duduk bersama, berbagi cerita dan saling mengungkapkan perasaan.
Walaupun pada akhirnya kisah bahagia mereka harus terhenti ketika Gus
mengatakan bahwa kanker yang dideritanya telah menyebar ke bagian tubuh
yang lain.
Hati Hazel sangat terpukul mengetahui hal tersebut. Kesedihan melanda hatinya, dan tak ada seorang pun yang dapat menghiburnya. Tapi di situlah Gus selalu berusaha memberi pengertian kepada Hazel. Baginya, adalah sebuah kebahagiaan telah mampu bertemu dengan sosok perempuan bernama Hazel yang begitu istimewa di hatinya.
Hati Hazel sangat terpukul mengetahui hal tersebut. Kesedihan melanda hatinya, dan tak ada seorang pun yang dapat menghiburnya. Tapi di situlah Gus selalu berusaha memberi pengertian kepada Hazel. Baginya, adalah sebuah kebahagiaan telah mampu bertemu dengan sosok perempuan bernama Hazel yang begitu istimewa di hatinya.
Gus menyadari bahwa hidupnya tak lama lagi. Oleh karena itu, ia meminta agar Hazel dapat memberikan sambutan di hari pemakamannya kelak. Akhirnya pada suatu malam Hazel berdiri di hadapan Gus dan belajar memberikan sambutan yang tak lama lagi harus dilakukannya di hadapan banyak orang. Saat itu pula secara tak langsung Hazel mengutarakan perasaan cintanya yang terdalam pada Gus. Ia tak mampu menahan air matanya, begitu pula dengan Gus.
Salah satu kutipan yang membuat saya melting...
"There are infinite numbers between 0 and 1. There's .1 and .12 and .112
and an infinite collection of others. Of course, there is a bigger
infinite set of numbers between 0 and 2, or between 0 and a million.
Some infinities are bigger than other infinities. A writer we used to
like taught us that."
Kemudian setelah hari itu Gus pergi meninggalkan semua orang yang dicintainya.
Ini benar-benar film yang membuat saya menangis sesenggukan. Melihat bagaimana Hazel dan Gus yang berusaha untuk bisa membuat sisa umur mereka jadi lebih berarti. Keduanya yang berusaha saling melengkapi di antara kekkurangan keduanya. Semangat mereka yang benar-benar luar biasa dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. Tentang keceriaan mereka dan tentang bagaimana mereka memberi dukungan terhadap satu sama lain.
Pokoknya, ini film yang bisa membuat hati jungkir balik. Tertawa, menangis, terharu, terperanga dan entah bagaimana lagi menggambarkannya. Kalau bertanya tentang rating, saya akan memberi 5 bintang !
Oh ya, ada satu kutipan yang membuat saya berlinang air mata. Kalimat yang diucapkan Hazel setelah Gus meninggal dunia.
Aku mengingat suatu kali, ketika aku tidak bisa bernafas dan dadaku terasa seperti terbakar. Suster itu memintaku untuk mengukur rasa sakitnya. Karena aku tidak bisa berbicara, aku menunjukkan sembilan jari. Sesudahnya ketika aku sudah merasa baikan, suster itu datang dan dia memanggilku seorang petarung, karena aku menyebut angka 9, bukan 10. Tetapi itu tidak benar. Aku menyebutnya 9 bukan karena aku berani. Alasan aku menyebutnya 9 adalah karena menyimpan yang ke 10. – Hazel Grace
Aku mengingat suatu kali, ketika aku tidak bisa bernafas dan dadaku terasa seperti terbakar. Suster itu memintaku untuk mengukur rasa sakitnya. Karena aku tidak bisa berbicara, aku menunjukkan sembilan jari. Sesudahnya ketika aku sudah merasa baikan, suster itu datang dan dia memanggilku seorang petarung, karena aku menyebut angka 9, bukan 10. Tetapi itu tidak benar. Aku menyebutnya 9 bukan karena aku berani. Alasan aku menyebutnya 9 adalah karena menyimpan yang ke 10. – Hazel Grace

Ikutan jungkir balik bacanya, Mbak. Seru. Terima kasih sudah berbagi.
ReplyDeleteTerima kasih juga sudah berkunjung...
DeleteAiihh jadi kebawa melting juga ini mbak hee
DeleteAiihh jadi kebawa melting juga ini mbak hee
DeletePasti filmnya menyayat banget ya.. Seorang pengidap kanker yang penuh perjuangan dan semangat yang tinggi..
ReplyDeleteiya, memang. coba ditonton. bikin sedih dan terharu...
Deletembak aku kok ya sedih, perlu ditonton nih film, membuat siapapun bersyukur atas karunia Allah, makasih ya mba atas partisipasinya
ReplyDeleteIya, Mba Evrina... terima kasih juga udah ngasih kesempatan buat berpartisipasi...
Delete